<data:blog.pageTitle/> <data:blog.pageName/>

Monday, October 5, 2009

Kota Udang, Surga Becak


Wardi, 23 tahun, duduk terkantuk-kantuk di becaknya. Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat kelopak matanya semakin berat. Sejurus kemudian, sebuah teriakan mampir ke telinganya, "Becak!" Sontak, rasa kantuk yang menyergapnya sirna. Tukang becak yang biasa mangkal di kawasan Cangkring I, kota Cirebon, itu segera menghampiri pelanggannya. Kedua kakinya yang kokoh segera mengayuh pedal becak dan mengantarkan penumpang hingga ke tujuan.

"Seharian baru dapat Rp 8.000," katanya, saat ditemui Tempo, beberapa saat kemudian. Uang itu didapat setelah nongkrong di pangkalan pada pukul 06.00-17.00 WIB. Jumlah yang tidak terlalu besar itu harus dipotong Rp 3.000 untuk setoran. Praktis, ia tinggal mengantongi Rp 5.000. "Untung saya masih membujang. Jadi, uang segini bisa dicukup-cukupkan," katanya polos.

Paceklik bagi tukang becak seperti Wardi juga dialami rekan seprofesinya, Kiman, 38 tahun. Setelah menarik becak siang dan malam, ia hanya mengantongi Rp 20 ribu. Padahal ketika reformasi belum berembus dan becak belum menyerbu kotanya, penghasilan Wardi, Kiman, juga tukang becak yang lain bisa berlipat-lipat. Saat itu uang Rp 30-40 ribu terasa gampang masuk kantong. Bahkan saat Kiman menarik di malam hari, penghasilannya bisa dua kali lipat.

Menilik penghasilannya yang terus merosot, keduanya sepakat dengan rencana pembatasan becak yang akan diterapkan Pemerintah Kota Cirebon. Sulit dimungkiri, penghasilan yang hanya segitu terlalu minim untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari yang terus bertambah. "Sebagai tukang becak, saya ini sudah memenuhi kewajiban, yaitu memiliki SIM dan STNK becak. Tapi tukang becak yang tidak punya SIM dan STNK becak, ternyata tetap bisa menarik becak dengan bebas di sini," ujar Wardi mengeluh.

Namun, rencana pembatasan becak ditentang oleh Karma, 29 tahun. Baginya, setiap orang berhak mencari makan asal caranya halal, termasuk mbecak. "Daripada kita menjadi perampok," ujarnya.

Urban asal Jatibarang, Kabupaten Indramayu, ini mengaku terpaksa menarik becak karena tak ada lagi lahan sawah yang bisa digarap di desanya. Sekarang musim kemarau, sawah majikan kering-kerontang. "Saya dan istri tidak bisa bekerja lagi menggarap sawah milik dia," katanya sembari menyebut sudah lima tahun menjadi tukang becak musiman di kota Cirebon.

Setiap hari, bapak tiga anak itu mangkal di dekat salah satu mal di Cirebon. Dalam sehari, penghasilan bersihnya paling banter Rp 10 ribu. Sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab, tiap Minggu, Karma pun pulang kampung. Memang jumlah yang diberikan kepada istrinya tidak terlalu banyak. Tapi ia tetap bersyukur karena asap dapur masih bisa mengepul. "Lumayan, daripada harus menjadi peminta-minta. Ini rezeki halal!"

Kepala Seksi Lalu Lintas, Dinas Perhubungan Kota Cirebon, Yanto Budiarto, mengakui, pascareformasi memang wilayahnya diserbu becak. Kebanyakan becak itu berasal dari luar kota Cirebon, seperti Indramayu, Kabupaten Cirebon, bahkan sebagian berasal dari Tegal dan Brebes, Jawa Tengah.

Membludaknya becak-becak itu, salah satunya, didorong kebijakan Wali Kota Cirebon saat itu, Laksamana Suriatmadja, yang membolehkan becak beroperasi hingga ke jalan-jalan protokol. Alasannya, pertimbangan kemanusiaan. Sebelumnya, daerah becak dibatasi dan tak boleh melewati jalan-jalan protokol. Kini, begitu leluasanya becak berkeliaran, sampai-sampai pengamat sosial Taufik Fathoni menyebut kota Cirebon sebagai surga bagi abang becak.

Celakanya, surga bagi tukang becak acap kali menjadi "neraka" bagi pengguna jalan yang lain. Tengok saja, mereka sering melanggar aturan lalu lintas. Saat mangkal, sekadar contoh, becak-becak itu sering kali menguasai hampir separuh badan jalan. Dengan kondisi seperti itu, wajar jika Taufik minta agar aturan tegas segera diterapkan. Hanya, karena menyangkut urusan perut, "Penegakan aturan mesti dilakukan secara bijaksana."

Kebijakan mana yang akan diambil: pembatasan jumlah becak atau menghidupkan kembali jalur-jalur bebas becak, peringatan Taufik relevan diperhatikan oleh Pemerintah Kota Cirebon. Jangan sampai, upaya mengatasi masalah malah menimbulkan masalah baru

Source http://www.infoanda.com

0 comments: