<data:blog.pageTitle/> <data:blog.pageName/>

Tuesday, August 25, 2009

Kinerja Wakil Rakyat Cirebon

Kinerja Wakil Rakyat

Jangan membayangkan ada debat sengit dalam sidang pembahasan rancangan peraturan daerah di Kabupaten Cirebon, apalagi ada aksi walk out. Hampir rata-rata rapat, termasuk sidang paripurna yang berlangsung di pengujung masa bakti 45 anggota DPRD, hanya diwarnai satu kata "sepakat". Satu kata yang membuat pembahasan menjadi lebih cepat selesai.

Jadwal para wakil rakyat memang padat akhir-akhir ini, dari membahas 16 raperda, menyelesaikan tugas panitia khusus di antaranya membahas rencana pembangunan jangka menengah daerah dan dukungan pembentukan provinsi Cirebon, hingga kunjungan kerja. Semuanya harus sudah selesai sebelum akhir masa jabatan mereka atau sekitar Agustus. Pembahasan pansus pun bahkan dilembur hingga malam.

"Kami tidak ingin menyisakan pekerjaan rumah bagi anggota Dewan yang baru. Selagi masih bisa, ya kami kerjakan," kata Yoyo Siswoyo, anggota DPRD dari PDI-P, Rabu (1/7) di kantornya.

Hasilnya, 16 raperda akhirnya bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari sebulan, bahkan dua pekan, tetapi memang minim perdebatan. Soal mutu, menurut Muslich Marzuki, anggota DPRD dari Fraksi Keadilan Sejahtera, tetap menjadi prioritas. Selama ini Muslich berpedoman pada komitmen terhadap masyarakat. Jadi, jika isinya sudah mewakili kepentingan warga, diksi atau bahasa dalam perda tidak akan banyak dipermasalahkan.

"Contohnya saja waktu mengurus KTP, selama ini bisa satu bulan. Intinya kan maksimal 14 hari mengurus KTP, ya itu yang kami kejar. Ketika isinya sudah demikian, ya sepakat saja," katanya.

Namun, menurut Mukhamad Naufal dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, waktu yang singkat tidak cukup untuk membahas persoalan dalam perda ataupun pansus. Jika dipaksakan, hasilnya tidak akan maksimal.

Salah satu contohnya adalah pembahasan rencana pembangunan jangka menengah daerah yang ditangani pansus. Menurut Naufal, sering kali ditemukan data yang tidak valid, padahal waktu pembahasan hanya tiga hari. Data tentang jumlah penganggur yang dijadikan pertimbangan, misalnya, bersumber dari penganggur yang mendaftarkan diri sebagai pencari kerja di Kantor Dinas Tenaga Kerja. Adapun penganggur yang tidak terdaftar tentu tidak akan masuk data.

Minim survei

Yoyon Suharyono, pemerhati lingkungan yang juga Ketua Presidium Environmental Parliament Watch Cirebon mengakui, perda hasil kebut semalam tidak akan banyak membawa manfaat. Perda tentang rencana tata ruang dan wilayah yang dibuat tahun 2005 adalah salah satunya. Menurut dia, perda itu dibuat dengan sosialisasi dan survei minim. Akibatnya, ketika diterapkan, perda itu seolah hanya pajangan.

Yoyon khawatir perda yang digarap dengan cara sistem kebut semalam juga akan bernasib sama. Kekhawatiran ini mungkin akan bertambah jika melihat bagaimana rapat pembahasan raperda itu dilakukan. Dalam rapat paripurna pengesahan 16 raperda, misalnya, suasana gedung sepi.

Dari 45 anggota DPRD, hanya 26 anggota yang hadir. Ruang sidang yang bisa memuat sekitar 150 orang pun terlihat kosong. Kondisi seperti itu tidak hanya sekali terjadi. Jika demikian, bagaimana bisa perda yang dihasilkan bisa membawa banyak perubahan? (Siwi Yunita Cahyaningrum)
Sumber: Harian Kompas, Kamis, 02 Juli 2009

0 comments: